SEMINAR NASIONAL “Penyelamatan Ekosistem Mangrove dalam Mewujudkan Kelestarian Hutan”

MangroverID - 1. Pembicara : Harry Santoso sebagai Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan

Hutan mangrove merupakan penyangga kehidupan, perlindungan terhadap kawasan pantai, tempat berkembang biaknya berbagai biota laut. Dimana hutan mangrove ini mempunyai sistem perakaran yang kuat dan istimewa, tajuknya rata dan rapat serta lebat sepanjang waktu. Oleh karena itu, hutan mangrove berfungsi sebagai berikut:

a. Mengendalikan abrasi
b. Menangkap sedimentasi
c. Mengendalikan instrusi air laut
d. Menyerap dan mengurangi pencemaran (polutan)

Adapun fungsi dari hutan mangrove dapat dibagi menjadi beberapa aspek seperti biologis, sosial ekonomi, dan ekologis. Fungsi biologis ini meliputi tempat pemijahan, pencarian makan, dan berkembang biak. Sebagai fungsi sosial ekonomi meliputi pemanfaatan mangrove baik kayu (bangunan, arang, kayu bakar), buah (minyak pengganti solar, minyak goreng, makanan, obat), dan bunganya (minyak wangi) bagi masyarakat. Selain itu, dengan adanya hutan mangrove yang menjadi tempat hidup berbagai biota dapat dijadikan penghasil ikan, udang, kepiting, rajungan. Sebagai fungsi ekologis, hutan mangrove berperan sebagai penyerap emisi/sink dan penyimpanan cadangan karbon dunia.

Saat ini, hutan mangrove telah mengalami degradasi dimana luasnya telah berkurang sehingga banyaknya daerah pantai yang mengalami abrasi. Penyebab kerusakan tersebut diakibatkan oleh adanya konflik kepemilikan lahan, konversi lahan hutan mangrove menjadi lahan pertanian/pemukimaan/budidaya/tambak, perkembangan teknologi yang membuat lahan mangrove menjadi lahan industri, pemanfaatan kayu. Dengan kondisi yang seperti itu, maka dibutuhkan lebih banyak Balai Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia dimana saat ini hanya ada dua yang bertempat di Bali dan Medan. Selain itu, harus digalakkannya ketentuan mengenai kawasan hutan mangrove dimana diadakannya pelarangan kegiatan budidaya di kawasan mangrove kecuali kegiatan yang tidak merusak/mengganggu kawasan lindung tersebut.

Tsunami Aceh merupakan salah satu fenomena yang mencengangkan dimana Aceh diporak-porandakan oleh tsunami. Tsunami tersebut terjadi dikarenakan pada saat itu hutan mangrove sudah jarang sehingga tidak mampu menahan gelombang besar yang mengakibatkan air laut masuk ke daratan dan menghempas semua yang dilaluinya.

2. Pembicara : Dr.Ir. Subandono Diposaptono, M.Eng sebagai Direktur Pesisir dan lautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Mangrove ini terkait ke dalam prioritas pembangunan seperti penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, perubahan iklim pengelolaan bencana.

Adapun pengertian wilayah pesisir merupakan wilayah perbatasan darat (batas kecamatan) dan laut sejauh 12 mil dari garis pantai.

Menurut bapak Subandono ini, Indonesia diibaratkan bagai supermarket bencana dimana banyak fenomena alam yang cukup sering terjadi di Indonesia, seperti:
• Gunung api
• Tsunami
• Gelombang pasang
• Angin putting beliung
• Dan lain-lain

Oleh karena itu, perlu adanya program pembangunan berkelanjutan untuk memenuhi kondisi saat ini tanpa melewati kaidah-kaidah yang ada seperti:
a. Kaidah ekologi meliputi tata ruang
b. Pemanfaatan secara optimal
c. Mitigasi bencana berupa upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana
d. Mitigasi perubahan iklim berupa pengurangan karbon
e. Suatu pencemaran yang ditindaklanjuti dengan konservasi dan rehabilitasi
f. Kaidah sosial ekonomi dan budaya
g. Kaidah sosial politik dan kelembagaan

Di Indonesia sekitar 2 tahun sekali dapat terjadi tsunami, sekitar 110 kali tsunami telah terjadi di Indonesia. Daerah rawan tsunami ini meliputi daerah-daerah yang telah minim hutan mangrovenya dikarenakan berbagai hal, salah satunya ketidaksesuaian substrat. Oleh karena itu, perlu adanya teknik khusus dalam penanaman Di Indonesia sekitar 2 tahun sekali dapat terjadi tsunami, sekitar 110 kali tsunami telah terjadi di Indonesia.

Daerah rawan tsunami ini meliputi daerah-daerah yang telah minim hutan mangrovenya dikarenakan berbagai hal, salah satunya ketidaksesuaian substrat. Oleh karena itu, perlu adanya teknik khusus dalam penanaman mangrove di daerah-daerah khusus dimana substratnya tidak sesuai karena hutan mangrove ini memiliki peran yang penting dalam hal berikut:
a. Menghambat benda-benda yang hanyut
b. Menahan pohon yang tumbang
c. Meredam tsunami
d. Menyerap CO2

3. Pembicara : Nyoman S sebagai Direktur Wetland International Indonesia

Kawasan lahan basah terdiri dari sungai atau danau yang ada di daratan sampai daerah terumbu karang yang kedalamannya sekitar 6 meter. Adapun di Indonesia terdapat 40 juta lahan basah dimana luas hutan mangrove mencapai 3,2 juta ha berdasarkan peta Atlas.

Hutan mangrove ini mampu mitigasi atau dapat mengemisi gas CO2 ke atmosfer bila pengelolaannya salah. Adapun saat terjadi tsunami bukan hanya air menghempas datar tapi daratnya ada yang amblas dan terangkat.
Adapun untuk penanaman mangrove di daerah yang substratnya tidak sesuai ada beberapa cara:
a. Hard engineering
b. Soft engineering
c. Hybrid merupakan teknik campuran

4. Pembicara : Cecep Kusmana

Teknik rehabilitasi mangrove pada tapak-tapak khusus ini meliputi beberapa tipe sebagai berikut:
a. Tapak berarus/berombak besar
Pada dasarnya mangrove dapat tumbuh di tanah mineral tidak hanya di lumpur laut. Adapun teknik penanaman dilakukan dengan cara menanam mangrove tanpa melepas polibagnya.
b. Tapak dengan arus deras (bukan pinggir pantai seperti sungai)
Dapat dilakukan dengan cara menanam mangrove secara zigzag, jarak tanam rapat dan tanpa melepas polibagnya.
c. Tapak dengan lumpur yang dalam
Dapat dilakukan dengan cara mengikatkan mangrove pada tiang pancang kemudian ditanam.
d. Tapak berbatu/berkerikil
Dapat dilakukan dengan cara memakai polibag yang cukup besar dimana substratnya digali terlebih dahulu kemudian dibuat parit untuk menanam mangrove tersebut. Atau dapat juga dengan cara menggali substrat dan dibuat parit, masukan lumpur dan langsung tanam mangrove tanpa jarak.
e. Tapak yang tertimbun pasir laut
Dapat dilakukan dengan cara tanam mangrove menggunakan pola kluster (jarak tanam yang bergerombol) dimana polibag dari mangrove tersebut jangan dibuka. Atau dapat dilakukan dengan cara menggali lubang diantara kerikil, kemudian lubang tanam yang lebar dan dalam diisi lumpur.
f. Tapak dengan air yang tergenang
Dapat dilakukan dengan penanaman anakan mangrove di dalam gulugah tanah. Adapun tapak dengan genangan air yang dalam terdapat formulan tertentu yang berada dalam proses pematenan sehingga belum bias dipublikasikan.

Pada dasarnya, mangrove agar tumbuh dengan baik yang dicirikan dengan ada buah dan bunganya ialah dengan adanya air terus-menerus (dalam kondisi becek). Sedangkan penanaman mangrove dengan substrat yang kering akan mempengaruhi produksi bunga pada mangrove tersebut.

5. Pembicara : Ahmad Faisal Siregar, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove

Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia

• Maksud dan tujuan SNPEMI
Maksud : memberikan arahan dan informasi bagi para pihak terkait dalam pengelolaan ekosistem mangrove
Tujuan : Meningkatkan kapasitas para pihak dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang sesuai dengan daya dukung lingkungan, dan didasarkan pada data informasi ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Meningkatkan dan mempertahankan manfaat dan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi sistem penyangga kehidupan

• Sasaran SNPEMI
1. Tercapainya peningkatan kapasitas para pihak dalam pengelolaan ekosistem mangrove
2. Tercapainya peningkatan kesadaran dan peran semua pihak yang terkait dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan
3. Terlaksananya koordinasi lintas sektor di tingkat pusat dan daerah, dalam pengelolaan mangrove.
4. Terlaksananya pola pengelolaan berbasis masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
5. Tercapainya peningkatan manfaat dan fungsi ekosistem mangrove bagi sistem penyangga kehidupan.
6. Tercapainya pengurangan laju degradasi ekosistem mangrove dan meningkatkan kualitas ekosistem mangrove di Indonesia

Isu pokok dalam pengelolaan mangrove di Indonesia yaitu : Ekologi, SOSEK, Kelembagaan, Peraturan Perundangan. Dengan landasan strategi dasar hokum, Komitmen Internasional, Komitmen Nasional, Komitmen Lokal dan Nilai.

6. Kebijakan Nasional Perencanaan Pengelolaan mangrove Oleh : Deputi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.

Peran Penting mangrove yaitu keseimbangan wilayah pesisir, sumber nutrisi biota laut, habitat sumber daya ikan dan biota, peran penguraian dalam polutan, buffer wilayah pesisir dari berbagai ancaman/bencana, penghasil kayu dan bahan bahan lain. Adapun beberapa permasalahan mangrove di Indonesia yaitu data yang masih belum terbaru, konflik pemanfaatan ruang kawasan mangrove, pemanfaatan mangrove yang tidak terkontrol.

Dengan permasalahan mangrove tersebut maka banyak dampak kerusakan mangrove yaitu terjadinya intrusi air laut yang menyebabkan turunnya kualitas air tawar, peningkatan abrasi pantai, penurunan sumber makanan dan tempat bertelur biota, penurunan keanekaragaman jenis flora dan fauna di daerah pesisir, penurunan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang air laut, penurunan kemampuan ekosistem pantai dalam mengurangi limbah dan pilutan, peningkatan pencemaran pantai, hilangnya bufferzone dll.

oleh : pubdok fdc

Sumber http://fdcipb.wordpress.com danfertobhades.wordpress.com

96,95 Persen Kawasan Hutan Mangrove Rusak

MangroverID - Marinir bersama aktifis lingkungan Tunas Hijau, menanam mangrove di kawasan muara pantai Wonorejo Rungkut Surabaya, Jumat (07/03/08) (ANTARA/Eric Ireng/hp)

Semarang (ANTARA News) - Hutan mangrove di kawasan pantai utara Jawa Tengah sebagian besar atau 96,95 persen telah mengalami kerusakan, baik kerusakan sedang maupun berat.

"Penyebab kerusakan hutan mangrove itu beragam," kata Dr Sri Puryono KS, usai ujian disertasi doktor berjudul "Pelestarian Lingkungan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Pantai Utara Jateng" di Universitas Diponegoro Semarang, Selasa.

Menurut dia, penyebab kerusakan hutan mangrove antara lain adanya alih fungsi lahan untuk tambak intensif, permukiman, industri, pengembangan wisata, dan penebangan liar.

"Berdasarkan tingkat kerusakan, kawasan mangrove yang rusak sedang seluas 31.237 hektare, rusak berat 61.194 hektare, sementara yang masih baik hanya 2.902 hektare," kata Kepala Dinas Kehutanan Jateng tersebut.

Ia mengatakan, kondisi tersebut sangat memprihatinkan karena secara ekologi mangrove dapat menahan gelombang pasang dan secara kimia mangrove dapat menetralisir dan menyaring polutan-polutan berbahaya.

Menurut dia, langkah cepat harus segera dilakukan untuk mengatasi kerusakan hutan mangrove agar potensinya dapat kembali seperti semula, antara lain menciptakan "grand design" tentang tata ruang daerah pesisir.

"Konsep tentang tata ruang daerah pesisir ini harus disepakati bersama untuk mengoptimalkan pelestarian hutan mangrove," katanya.

Kemudian, menurut dia, perlu dilakukan pembagian zona meliputi kawasan inti, kawasan konservasi, kawasan penyangga, dan kawasan pemanfaatan.

Ia mengatakan, setelah menciptakan tata ruang daerah pesisir dan pembagian zona, yang perlu dilakukan selanjutnya adalah membuat rencana pengelolaan dan rencana aksi.

"Langkah pertama yang harus dilakukan dalam waktu dekat ini adalah menciptakan `grand design` tata ruang daerah pesisir, yang akan diwujudkan oleh daerah dalam bentuk peraturan daerah (perda)," katanya.

Sampai saat ini, kata dia, baru Pemalang yang telah memiliki perda tentang pelestarian kawasan hutan mangrove.

Ia menambahkan, pemerintah sebenarnya telah membentuk kelompok kerja mangrove nasional yang ditindaklanjuti oleh daerah dengan pembentukan kemompok kerja mangrove daerah.

Pembentukan kelompok tersebut melibatkan beberapa unsur institusi, antara lain Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Balai Lingkungan Hidup, Badan Pemberdayaan Masyarakat, dan Pemda yang bersangkutan.

"Setiap institusi tersebut bergerak sesuai bidangnya, misalnya Dinas Kehutanan akan menggalakkan budi daya penanaman bibit mangrove dan Dinas Kelautan dan Perikanan mengusahakan potensi lain di kawasan mangrove, misalnya budi daya perikanan," katanya.(*) Sumber: ANTARA News (Selasa, 30 Juni 2009 20:27 WIB)

Sumber http://www.djemari.org

Gawat! 75 Persen Hutan Mangrove Kaltim Rusak

MangroverID - SAMARINDA, Kerusakan kawasan hutan mangrove di Kalimantan Timur (Kaltim) kini sudah mencapai 75 persen atau 685.277 hektar (Ha). "Kondisi ini sangat memprihatinkan sehingga harus segera mendapat penanganan berbagai pihak terkait," kata Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim HM Darlis Pattalongi di Samarinda, Ahad.

Menurutnya bahwa luas hutan mangrove di Kaltim mencapai 883.379 Ha. Dari luasan itu, sejumlah 6855.277 Ha mengalami kerusakan, dengan rincian 329.579 Ha rusak berat dan 328.695 Ha rusak sedang. Sementara mangrove dengan kondisi baik hanya sekitar 225.105 Ha atau hanya terdapat 25,48 persen yang masih terjaga kelestariannya, sementara yang hampir 75 persen rusak yang sebagian besar akibat ulah manusia.

Khusus di Delta Mahakam diperkirakan terdapat hutan mangrove seluas 150.000 Ha dari total luas hutan mangrove di Kaltim. Ekosistem hutan mangrove di Delta Mahakam dikenal sebagai salah satu ekosistem penting dalam satu siklus kehidupan bagi manusia dan lingkungannya.

Kerusakan maupun degradasi mangrove yang terjadi di Delta Mahakam di antaranya disebabkan pembangunan jalan pipa oleh perusahaan minyak dan untuk pembuatan tambak udang serta eksploitasi kayu untuk berbagai kepentingan.

Kegiatan ini membawa perubahan yang berdampak luas terhadap masa depan kawasan Delta Mahakam. "Di antaranya terhadap kelangsungan hidup masyarakat yang selama ini bergantung pada Delta Mahakam, baik secara langsung maupun tidak langsung," papar dia.

"Hutan mangrove di Kalimantan Timur hingga kini kondisinya rusak parah, untuk itu pemerintah setempat melalui intansi terkait diminta memberikan perhatian agar kerusakannya tidak semakin meluas," katanya.[republika,10 April 2011]

Sumber http://geografiuntukmu.blogspot.com